Beberapa bulan kemudian, ayah Fanny meninggal dunia. Untuk menghidupi keluarga, Ibunya lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Fanny kecil dititipkan pada neneknya. Dengan sabar, sang nenek mendidik Fanny kecil. Dia sering membacakan Alkitab dan menjelaskan iman Kristen pada Fanny. Ketika Fanny merasa sedih karena tidak bisa bermain seperti anak-anak lain, neneknya lalu mengajarkan cara berdoa pada Tuhan.
Selain itu, ada juga seorang wanita kaya bernama Ny. Hawley yang membantu Fanny menghapal Alkitab. Fanny mampu menghapal kitab Taurat, Injil, Amsal, Kidung Agung dan Mazmur. Kemampuan menghapalnya ini membuat orang lain terkagum-kagum, tetapi Fanny merasa biasa saja. Meski begitu, dia merasa bersyukur sebab dengan kebutaaannya ini malah membuatnya gampang untuk menghapal. Fanny tidak pernah merasa sedih karena kebutaannya ini. Bahkan ketika masih berusia delapan tahun, dia menulis puisi:
Oh, aku anak yang sangat berbahagia,
meskipun tidak bisa melihat!
Aku memutuskan bahwa di dunia ini,
aku akan berpuas hati!
Banyak berkat kunikmati,
yang tidak orang lain dapati!
Untuk menangis atau berduka karena aku buta,
Aku tak akan melakukannya.
Pada usia 12 tahun, Fanny bersekolah di Institut untuk Orang Buta di New York. Dia lalu mengajar di tempat itu sambil terus menulis puisi. Pada tahun 1858, Fanny menikah dengan Alexander van Alstine, seorang pemain organ terkenal di New York. Fanny sendiri sebenarnya juga pandai bermain harpa dan piano. Beberapa tahun kemudian, Fanny diminta penerbit buku "Bigelow and Main" untuk menulis 3 lagu setiap minggu, yang akan dimuat dalam terbitan untuk Sekolah Minggu.
Hingga meninggal Fanny telah menulis 9000 himne. Banyak lagu ciptaannya yang digemari banyak orang dan menjadi abadi. Sampai kini, orang-orang Kristen masih sering menyanyikan lagu-lagu ciptaannya, seperti "Blessed Assurance"(Kuberbahagia, Yakin Teguh)," "All the Way My Savior Leads Me"(Di Jalan 'Ku Diiring), "Pass Me Not, O Gentle Savior"(Mampirlah, dengar Doaku) " Safe in the Arms of Jesus" (S'lamat di Tangan Yesus), "Jesus, Keep Me Near the Cross"(Pada Kaki SalibMu) "I Am Thine, O Lord" (Aku Milik-Mu, Yesus, Tuhanku) dan masih banyak lagi.
Tuhan merencanakan yang terindah bagi Fanny dengan kebutaan itu. Hal ini sangat disadari oleh Fanny. Dia tidak pernah menyesali kekurangannya itu. Dia malah berkata: "[Kebutaan] ini adalah hal terbaik yang pernah terjadi pada saya." Dia juga berkata, "Apakah jika saya tidak buta, hidup saya bisa seindah sekarang ini?" Di kesempatan lain dia berkata:" Tampaknya ini memang berkat dari Tuhan, yaitu bahwa saya harus buta seumur hidup. Dan saya bersyukur untuk perkecualian ini. Seandainya besok saya ditawari untuk bisa melihat dunia ini dengan sempurna, saya tidak akan menerimanya. Saya mungkin tidak akan pernah bernyanyi memuji Tuhan, jika saya lebih tertarik pada penglihatan yang lebih indah dan menarik."
Suatu kali ada pendeta yang menaruh rasa iba pada Fanny. Dia berkata," Sungguh kasihan. Yang Maha kuasa melimpahkan bakat yang berlimpah-limpah pada Anda, tetapi tidak memberikan penglihatan pada Anda."
Fanny langsung menjawab, “Jika aku bisa dilahirkan lagi, saya akan mengajukan permintaan agar dilahirkan dalam keadaan buta."
“Lho, mengapa begitu?”tanya hamba Tuhan dengan kaget.
“Karena saat saya sampai di Sorga nanti, saya ingin yang pertama kali saya lihat adalah Juruselamat saya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar