Mengetahui atau Mengalami?
Beberapa orang Kristen menekankan kekristenan sebagai pendalaman akan pengetahuan mengenai Firman Tuhan (Alkitab). Mereka rajin membaca Alkitab. Pasal demi pasal sampai katam. Bahkan mereka menghafalnya sebagai pegangan hidup. Orang-orang Kristen yang cinta akan Firman ini juga rindu untuk belajar lebih mendalam. Mereka antusias untuk menekuni studi di seminari atau sekolah teologi.
Sementara itu, beberapa orang Kristen yang lain lebih menyukai pengalaman rohani. Meskipun mungkin kurang mendalami Alkitab secara sistematis, mereka lebih senang berdoa dan membina hubungan yang intim dengan Tuhan. Ada banyak dari kelompok-kelompok ini mengaku telah mengalami pengalaman spiritual yang spektakuler bersama Tuhan. Kekristenan mereka sangat bergairah karena pengalaman-pengalaman tersebut.
Jika orang Kristen yang cinta akan pengetahuan Alkitab itu diliputi oleh pikiran kritis, mereka bisa menjadi ahli teologi, atau menjadi seorang yang selalu merasionalkan Alkitab. Bahayanya adalah bisa tidak percaya akan Alkitab itu sendiri. Di sisi lain, orang Kristen yang maniak dengan pengalaman rohani juga bisa terjerumus dalam kehidupan yang serba emosional sehingga menjadi aneh. Salah-salah bisa terjebak dalam pengalaman-pengalaman rohani yang tidak Alkitabiah lagi alias sesat.
Dapat disimpulkan betapa pentingnya keseimbangan. Alangkah baiknya jika kita memahami Alkitab sekaligus mengalami kebenaran-kebenaran Firman Tuhan itu secara nyata. Kekristenan mesti lengkap. Meskipun demikian, perkembangan dan pencapaian setiap anak Tuhan tidak sama. Ada yang cepat bertumbuh dalam pengetahuan namun kurang pengalaman. Ada yang sudah banyak mengalami hal-hal rohani namun belum banyak belajar Alkitab. Pengajaran akan pertumbuhan yang komplit merupakan hal yang harus dilakukan.
Beberapa pertanyaan
Ini merupakan sharing kesaksian dan Firman Tuhan seputar masalah “Pengalaman Kristen”.
Beberapa pertanyaan yang perlu digali jawabanya adalah sebagai berikut:
1. Apa nilai penting dari pengalaman rohani itu?
2. Apakah iman menghasilkan pengalaman, atau pengalaman menumbuhkan iman?
3. Bagaimana pengalaman rohani yang Alkitabiah itu?
4. Mengapa banyak hamba Tuhan mendoktrinkan pengalaman atau memberi pengajaran dengan berbasis pada pengalaman tertentu?
5. Haruskah kita merindukan pengalaman rohani? Motivasi, kerinduan itu apa?
6. Hal-hal apa yang harus diwaspadai berkenan dengan pengalaman rohani?
7. Apakah pengalaman rohani bersifat individual atau korporat?
8. Bagaimana pengalaman rohani dalam proses keselamatan?
9. Apakah kelepasan dari ikatan roh-roh jahat selalu berupa pengalaman spektakuler? Apakah kalau setan keluar dari diri seseorang selalu diiringi manifestasi-manifestasi tertentu?
10. Apakah kesembuhan ilahi itu bersifat proses alamiah atau supranatural?
11. Bagaimana mengalami kasih Tuhan sehingga sembuh dari luka-luka batin?
12. Bagaimana pengalaman bersama roh kudus?
13. Apakah doa Kristen identik dengan pengalaman supranatural? Mengapa sebagian orang Kristen tidak mengalami apapun saat berdoa?
14. Apakah ibadah orang Kristen itu sebuah upacara keagamaan? Atau sebuah pengalaman ilahi secara korporat?
15. Apakah semua pelayanan Kristen bersifat supranatural? Bagaimana dengan pelayanan-pelayanan yang bersifat teknis, apakah juga ada pengalaman rohani di dalamnya?
16. Haruskah kita mengalami pengalaman supranatural saat menerima dan menjalani panggilan ilahi?
17. Bagaimana mengalami campur tangan Tuhan saat tertekan atau teraniaya?
18. Apa batas pengalaman rohani itu? Seberapa banyak kita bisa mengalami hal-hal rohani?
Sejak awal kita menapaki jalan Kekristenan, itu sudah merupakan pengalaman rohani. Menjadi peracaya kepada Yesus itu bukan sekedar proses menjadi tahu dan percaya. Tetapi adalah proses di mana Roh Kudus menginsafkan kita akan dosa (Yoh 16:8-11). Roh Kudus (Tuhan sendiri) menjamah hati kita sehingga tersentuh dan menjadi yakin. Tidak bisa tidak itu merupakan proses yang bersifat supranatural meskipun tidak selalu terasa dan terlihat spektakuler.
Roh Kudus melahirkan baru, yaitu menjadikan manusia sebagai kodrat baru (Tit 3:5). Ini jelas bukan teori sebab memang terjadi perubahan supranatural atas esensi dan substansi manusia. Di dalam Kristus kita diubahkan menjadi ciptaan baru. Proses ini bukan bersifat teoritis, konseptual atau pandangan abstrak, namun sebuah pengalaman Ilahi walau tidak selalu spektakuler.
Roh Kudus mendiami orang percaya (1Kor 619). Artinya, Roh Tuhan masuk dan tinggal dalam diri orang percaya. Itu sebuah proses supranatural. Maka dalam Wahyu Yesus menggambarkan demikian: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok, jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku, dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Why 3:20). Makanya, pada saat bertobat, seorang konseli diajak berdoa lahir baru dengan berkata kepada Yesus bahwa kita membuka hati dan memohon Dia masuk dan tinggal di dalam hati kita. Dengan doa imani seperti itu, Yesus (Roh Kudus) secara supranatural masuk dalam diri kita. Proses ini seringkali terasa sebagai pengalaman supranatural. Apalagi ketika dalam diri kita ada roh-roh jahat. Ketika Yesus diundang masuk, roh jahat itu bergejolak dan terusir keluar. Karena itu sering terjadi kasus kelepasan pada saat proses lahir baru itu terjadi.
Sampai Akhir
Akhir atau puncak perjalanan kekristenan juga bersifat supranatural. Saat mati, kita akan dibawa malaikat untuk menghadap Tuhan. Sebaliknya, akhir hidup orang tidak percaya juga bersifat supranatural, yaitu masuk neraka.
Dalam konteks akhir jaman, puncak kekristenan kita merupakan peristiwa supranatural yang dasyat sekali. Kita akan diubahkan. Allaso adalah istilah dalam bahasa Yunani yang berarti “diubah” atau “make different” atau “change” yang di pakai dalam surat 1 Korintus 15:51-52 “Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkit dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah”. Ketika Yesus datang di awan-awan, setiap orang percaya yang hidup benar akan diubah menjadi “tubuh kemuliaan” yang surgawi (tidak fana) dan kemudian diangkat naik menyongsong Yesus diangkasa.
Kemudian, kita akan diangkat (rapture). Harfazo adalah istilah dalam bahasa Yunani yang berarti “diangkat” atau “caught up” atau “take by force”. Istilah ini dipakai untuk menjelaskan proses pengangkatan (rapture) orang-orang percaya pada saat Yesus datang ke dua kali (tahap pertama). Paulus mengatakan “Sesudah itu kita yang masih hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan diangkasa” 1 Tesalonika 4:15-17.
Bukan sekedar Pengetahuan
Karena itu, kekristenan bukan sekedar pengetahuan. Kekristenan adalah pengalaman bersama Tuhan. Kekristenan adalah perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Pengetahuan hanya bersifat pemikiran-pemikiran, konsep-konsep, ide-ide, dan gagasan-gagasan. Banyak orang Kristen yang sekedar tahu ini dan itu, bahkan hafal ayat ini dan itu. Tentunya bagus. Namun kurang jika tidak masuk dalam pengalaman rohani.
Beberapa teolog menganggap Alkitab hanya sebagai pengetahuan saja. Akibatnya, mereka tidak percaya akan pengalaman-pengalaman rohani. Dan, orang yang banyak tahu terkadang sulit untuk masuk dalam pengalaman-pengalaman rohani. Pengetahuan yang luas membawa kita menjadi sangat rasional. Seringkali membawa kita menjadi sok tahu, sehingga merasa sudah mengalami banyak hal.
Bukan Tradisi
Kekristenan bukan sekedar tradisi agamawi, juga bukan sekedar upacara keagamaan. Kekristenan bukan system ibadah yang serba teratur semata-mata. Jika hanya demikian Kekristenan menjadi hampa. Orang-orang Kristen yang demikian tidak penah memiliki gairah rohani. Kehidupan doa, iman dan ibadahnya suam-suam kukuh. Orang Kristen semacam itu hanya menjadi “churchgoer” yang menjalani hidup beragama sebagai rutinitas yang membosankan.
Tanpa maksud mendiskreditkan, fakta membuktikan bahwa orang-orang protestan cenderung terkungkung dalam kehidupan Kristen yang bersifat tradisi agamawi seperti itu. Karena itu Tuhan memunculkan gerakan Pentakosta dan Karismatik yang membawa angin baru yakni membawa umat Tuhan masuk ke dalam pengalaman-pengalaman rohani yang menggairahkan.
Bukan Emosi
Namun disisi lain, kekristenan juga bukan sekedar emosi keagaamaan (religious emotion). Orang-orang karismatik terkadang menjadi nyentrik, aneh, dan ekstrem karena sangat emosional. Semuanya di rasa sebagai pengalaman supranatural. Ibaratnya, merinding sedikit saja dirasa sebagai kehadiran Roh Kudus. Sebentar-sebentar merasa mendengar suara Tuhan. Tangan dan tubuh selalu bergetar saat berdoa dan menyembah. Pada hal, seringkali bersifat emosional saja.
Pengalaman Nyata
Prinsipnya, kekristenan adalah pengalaman rohani bersama Tuhan. Terasa atau tidak, terlihat atau tidak, spektakuler atau tidak, pengalaman itu sungguh nyata. Tuhan itu ada. Sorga dan neraka itu ada. Pengalaman rohani itu sifatnya spiritual namun juga merembes ke area empiris. Mujizat kesembuhan misalnya, sifatnya supranatural namun termanifestasi secara fisik. Tetapi, apa yang terjadi secara fisik (empiris) tidak semuanya berasal dari yang supranatural. Disinilah kita harus peka dan bisa membeda-bedakan sehingga tidak terjebak menjadi emosional.
Gairah Kekristenan
Kekristenan akan menjadi bergairah manakala mengalami pengalaman ilahi bersama dengan Tuhan. Gereja pertama begitu bergelora setelah Roh Kudus di curahkan ( Kisah Para Rasul 2). Jemaat bukan hanya bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (Kis 2:42), tetapi melihat dan merasakan sendiri bagaimana mujizat-mujizat dan tanda-tanda ajaib terjadi (Kis 2:43).
Tuhan kita bukan patung. Ia adalah pribadi yang hidup. Dan Alkitab menunjukkan bagaimana Tuhan rindu dan mau memberikan berbagai-bagai pengalaman rohani. Hal itu terlihat jelas dari bagaimana Ia merespon doa dan permohonan. Mujizat, urapan, kuasa, keajaiban-keajaiban diberikan Tuhan manakala kita sungguh-sungguh memintanya. Tuhan ingin supaya gereja-Nya bergairah, bersemangat, berkobar-kobar, menyala-nyala dan giat melayani-Nya.
Tomas : Pengalaman Membuahkan Iman
Injil Yohanes 20:25-29 mencatat demikian : Maka kata murid-murid lain kepadanya “Kami telah melihat Tuhan”, Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini, dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku, dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.”
Tomas mewakili orang Kristen yang rasional-empiris. Ia baru meyakini suatu kebenaran setelah mendapatkan bukti berupa fakta empiris. Jika tidak ada fakta yang terlihat, terasa, teraba dengan panca indera (fakta empiris) maka tidak bisa percaya. Dengan demikian pengalaman rohani yang bersifat empiris itulah yang menumbukan imannya.
Yesus bisa mengerti jalan pikiran manusia seperti itu. Manusia memiliki akal budi dan mengembangkan raionya yang bersifat ilmiah. Karena itu umat manusia bisa mengembangkan ilmu pengetahuan ilmiah yang sifatnya rasional empiris. Yesus bisa memahami itu. Tetapi pesan-Nya, “berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya” (Yoh 20:29).
Begitulah kekristenan masa kini. Pengalaman rohani tidak dapat dipungkiri akan mendongkrak iman. Banyak orang non Kristen yang bahkan ateis menjadi Kristen yang militan setelah mengalami pengalaman-pengalaman rohani. Di China, Denise Balcombe menyaksikan ribuan orang komunis bertobat menjadi Kristen karena banyaknya mujizat ajaib yang terjadi di gereja-gereja bawah tanah.
Namun iman tipe Tomas ini seringkali lamban dalam bertumbuh. Kalau belum mengalami sesuatu, maka belum mau percaya. Akibatnya orang Kristen mencari-cari pengalaman spektakuler supaya dapat percaya. Kalau tidak mengalami sesuatu maka belum menjadi percaya.
Abraham:
A. Iman Membuahkan Pengalaman
Berbeda dengan Abraham. Paulus mencatat dalam surat Roma 4:18-21 “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah di firmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah itu ia tidak bimbang, malah ia diperkuat dengan imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah bekuasa melaksanakan apa yang telah Ia jannjikan.
Abraham mengalami mujizat kelahiran Ishak, anak perjanjian itu. Kelahiran anak itu benar ajaib sebab Abraham dan Sarah sudah menjadi kakek-kakek dan nenek-nenek. Dikatakan bahwa rahim Sarah sudah tertutup, artinya itu sudah sebuah kemustahilan.
Pengalaman mujizat itu lahir dari iman, jadi ini kebalikan dari Tomas (pengalaman membuahkan iman), sebab iman Abraham membuahkan pengalaman (mujizat), dan inilah yang benar, yang disebut “berbahagia” yang dimaksud Yesus (Yoh 20:29). Kekristenan adalah kehidupan beriman yang membawa kita masuk kedalam pengalaman-pengalaman rohani yang nyata.
B. Iman menghasilkan mujizat
Prinsip Alkitab adalah:
1. Iman itu tumbuh dari Firman. Jadi bukan dari pengalaman. Paulus menandaskan, “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus (Rom 10:17), itulah prosedur standar, yaitu dari Firman maka timbulah Iman. Begitulah iman Abraham iman yang percaya kepada Firman dan bukan kepada fakta empiris (sebab, tidak ada dasar untuk berharap Rom 4:18)
2. Iman membuahkan pengalaman. Denagan iman mujizat menjadi kenyataan itulah yang dikatakan oleh Yesus, “Sesungguhnya barang siapa berkata kepada gunung ini; beranjaklah dan tercapaklah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya” (Mark 11:23).
3. Dari iman (keyakinan) maka terjadilah mujizat. Iman adalah preseden dari pengalaman, hal itu terjadi pada kasus perempuan yang sakit pendarahan (Mat 9:21-22) sebab katanya dalam hatinya: “asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh, tetapi Yesus berpaling dan memandangnya serta berkata, “Teguhkanlah hatimu hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Pengalaman kesembuhan itu terjadi karena iman bukan sebaliknya “bukan beriman setelah sembuh” tetap beriman dulu baru sembuh.
Dengan demikian pengalaman-pengalaman rohani terjadi karena kita beriman. Semakin tinggi kita beriman maka semakin besar pula pengalaman rohani (mujizat) yang kita peroleh. Bukan berarti Allah dapat dibatasi oleh seberapa besar iman kita.
Allah bisa memberikan pengalaman-pengalaman sekalipun kita tidak atau kurang beriman. Bahkan Paulus yang semula anti Tuhan pun mendapatkan pengalaman ditemui Yesus saat ia sedang melancarkan tindakan anti iman (Kis 9:1-19a).
"Orang yang bersyukur akan bersyukur dalam segala sesuatu. Orang yang mengeluh akan mengeluh meskipun ia sesungguhnya tinggal di Sorga."
Langganan:
Postingan (Atom)
PENGABARAN INJIL DI PULAU TIMOR - Oleh Rev. Gordon Dicker, B.A., B.D.
LAPORAN BUKU Rev. Gordon Dicker, B.A., B.D. PENGABARAN INJIL DI PULAU TIMOR Suatu studi mengenai Gereja Masehi Injili di Timor dal...
-
LAPORAN BUKU Rev. Gordon Dicker, B.A., B.D. PENGABARAN INJIL DI PULAU TIMOR Suatu studi mengenai Gereja Masehi Injili di Timor dal...
-
Tangan-Mulah yang membentuk dan membuat aku, tetapi kemudian Engkau berpaling dan hendak membinasakan aku (Ayub 10:8), Umat yang telah Kuben...
-
Visioner Karakteristik pemimpin paling penting yang membedakannya dengan non pemimpin adalah kejelasan tujuan yaitu menetapkan sebuah visi ...